Model

Cawe- Cawe Jokowi Siapa Marah, Siapa Membela? 

Sutrisno Pangaribuan

Jakarta | Pembaharuan news.Com

Beberapa waktu yang lalu, jagat raya politik Indonesia dibuat meriah oleh Gibran Rakabuming Raka. Putra sulung Presiden Joko Widodo, kini Walikota Surakarta. Acara minum wedang plus deklarasi dukungan relawan Jokowi- Gibran kepada Prabowo Subianto. Menteri Pertahanan, Capres Partai Gerindra, dibuat tersentak dan takjub seketika. Gibran berhasil memaksa Prabowo menemuinya lebih dahulu sebelum menemui SBY di Pacitan. Prabowo sumringah, PDIP pun memanggil Gibran.

Adik Gibran, Kaesang Pangarep pun mulai dapat pekerjaan baru, sebagai bintang iklan Parpol di Depok, Jawa Barat. Putra bungsu Presiden Jokowi yang kini sering menjadi host atau bintang tamu di acara televisi. Sejak “join bisnis” dengan Raffi Ahmad, kini Kaesang mulai ditarik ke dunia politik. Parpol yang ingin lolos ke Senayan tersebut “memaksa” Kaesang menjadi calon walikota.

Bobby Afif Nasution, menantu Presiden Jokowi, suami Kahiyang Ayu pun tidak ketinggalan. Bobby baru saja mendapat dukungan dari 170 relawan untuk maju sebagai calon gubernur Sumatera Utara ( Cagubsu). Meskipun pertemuan dengan relawan tidak dihadiri oleh Capres, namun acara tersebut berhasil dimanfaatkan Walikota Medan untuk menggalang dukungan kepadanya. Hingga akhirnya pendukung Bobby menyatakan setia deengan menghasilkan gerakan dengan hastag #IkutBobbyNasution.

Saat elit politik sibuk menebak arah dukungan di Pilpres 2024, tiba- tiba Presiden Jokowi mengaku akan “cawe- cawe di Pemilu 2024 demi bangsa dan negara. Elit politik pun sibuk menafsir makna cawe- cawe yang dilontarkan Jokowi. Kata cawe- cawe sebagai kata biasa yang digunakan dalam percakapan santai dan tidak formal menjadi luar biasa karena diucapkan Presiden Jokowi.

Akhirnya pihak istana sibuk melakukan bantahan terhadap berbagai tuduhan, tudingan, dan serangan yang dilakukan elit politik. Kata cawe- cawe ditasirkan negatif oleh kelompok “oposisi” sebagai bentuk intervensi politik terhadap proses dan hasil Pemilu 2024. Tuduhan penjegalan Capres tertentu, hingga pembegalan Partai Demokrat yang dituding Denny Indrayana, bekas anak buah SBY pun dianggap sebagai “cawe- cawe Jokowi”.

Berdasarkan dinamika politik tersebut, Kongres Rakyat Nasional ( Kornas ) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita- cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:

Pertama, bahwa Presiden Jokowi dan keluarganya berhasil menarik semua mata elit politik tertuju pada mereka. Aktivitas biasa dari Jokowi dan keluarganya pun selalu dikaitkan dengan urusan politik, sehingga menjadi pusat perhatian dan pembicaraan elit politik.

Kedua, bahwa kualitas elit politik Indonesia saat ini berada pada titik terendah dalam sejarah. Sehingga pembicaraan politik hanya berputar dan berpusat pada Presiden Jokowi dan keluarganya. Elit politik tidak pernah membahas ide, gagasan, dan program yang ditawarkan pasca periode kepemimpinan Jokowi.

Ketiga, bahwa semua elit politik Indonesia saat ini sangat tergantung pada Presiden Jokowi. Sehingga mereka sibuk berupaya mendapat “endorse” dari Jokowi. Capres yang sering diajak Jokowi selalu sumringah, sedang Capres lainnya berupaya agar bisa sekedar minum kopi bersama anaknya.

Keempat, bahwa Capres saat ini juga hanya terbagi dua kelompok, yakni simetris atau asimetris dengan Jokowi. Sehingga isu yang dijadikan “tagline” pun tetap berkaitan dengan Jokowi. Kelompok pertama isunya tentang keberlanjutan, sedang kelompok kedua isunya perubahan.

Kelima, bahwa Jokowi sebagai kader dan “petugas partai PDIP” tentu sah terlibat atau cawe- cawe dalam Pemilu 2024. Bahkan menyatakan dukungan secara terbuka pun dapat dilakukan. Hal yang sama juga seharusnya dapat dilakukan oleh SBY, kader dan petugas partai Demokrat, saat jadi Presiden RI. Akan tetapi Presiden Jokowi tidak dibenarkan menggunakan seluruh kekuasaan, alat perlengakapan dan kelengkapan serta fasilitas negara untuk berpihak kepada Capres yang didukungnya.

Keenam, bahwa elit politik diminta untuk segera berbenah, berubah agar tidak terus menerus ketergantungan terhadap Jokowi. Iklim politik Indonesia saat ini jenuh, stagnan akibat elit politik tidak memiliki tawaran apapun. Publik hanya disuguhi “infotainment politik” yang hanya membahas aktor, sutradara, dan alur cerita. Sementara ide, gagasan, dan program politik sengaja tidak dibahas karena mungkin tidak tersedia.

Ketujuh, bahwa sebagai rekan juang politik Jokowi sejak 2014, dan memutuskan berjuang bersama Ganjar Pranowo sejak 2022. Kornas telah dan sedang, dan akan terus menggali, mencari informasi masalah dan kebutuhan rakyat. Untuk dijadikan bahan evaluasi terhadap program Jokowi. Sekaligus menjadi bahan masukan memperkaya dan melengkapi ide, gagasan, dan program politik Ganjar Pranowo.

Bagi Kornas, sebagaimana Pilpres 2014 dan 2019 bukan tentang Jokowi, tetapi tentang kita; rakyat Indonesia. Sehingga tagline Jokowi 2014: “Jokowi Adalah Kita”. Maka Pilpres 2024 nanti juga bukan tentang Ganjar Pranowo, tetapi tentang kita, tentang rakyat Indonesia, maka tagline nya: “Ganjar Milik Kita”, milik rakyat Indonesia.

Sutrisno Pangaribuan Presidium Kongres Rakyat Nasional ( Kornas ).(Rel)